Tuesday, December 19, 2017

Kematian Jonghyun dan Kegilaan Industri Rp63 Triliun


Kematian Jonghyun, personel SHINee, memberi duka bagi jutaan penggemarnya di seluruh dunia. Aksi bunuh diri akibat depresi yang dilakukan Jonghyun terjadi di tengah kegilaan industri musik Korea Selatan atau K-Pop yang bernilai miliaran dolar AS, dan mengorbankan banyak hal.

K-Pop dibawa oleh "Hallyu", yang berarti Gelombang Korea. Hallyu adalah istilah populer derasnya arus budaya pop Korea Selatan ke berbagai penjuru dunia. Ini adalah fenomena budaya pop yang berkembang pesat, didorong oleh masifnya penggunaan internet.

K-Pop, adalah salah satu komoditas ekspor yang paling menonjol dari Korea Selatan dalam dekade terakhir. Komoditas ini bisa bersaing dengan produk barang seperti elektronik, smartphone dan mobil.


Racikan dari sisi musikal dengan anggota yang fotogenik, beat synthesizer yang asyik, hingga koreografi yang rumit, membuat K-pop bersinar dan mampu mengeruk uang besar-besaran. Pendapatan luar negeri dari CD, tiket konser, streaming musik, dan barang dagangan dan layanan terkait berlipat ganda sejak 2013.

The Korea Creative Content Agency (KOCCA) yang merupakan lembaga milik pemerintah menyatakan, penjualan global dari K-Pop beserta tetek bengeknya mampu menembus US$4,7 miliar pada tahun lalu atau setara Rp63,45 triliun (asumsi kurs Rp13.500 per dolar AS).

Konser musisi K-Pop terjual habis dalam hitungan menit. Mereka mengerek rating televisi, dan merek baju yang mereka pakai bisa membuat para remaja, dan bahkan beberapa orang dewasa keranjingan untuk membeli.

Tapi, semua itu diraih bukan tanpa latihan yang luar biasa, bahkan gila-gilaan.

Kebanyakan musisi idola berlatih selama bertahun-tahun dalam menyanyi, menari, berakting dan bahkan belajar bahasa Asia, sebelum mereka diizinkan untuk beraksi dalam debut lagu pertama mereka.

Dilansir dari CNN, Kepala Strategi dan Bisnis Global perusahaan hiburan CJ E&M, Mike Suh mengatakan bahwa para idola menjalani masa pelatihan yang panjang sehingga mereka bisa segera menarik penggemar saat mereka pertama kali muncul.

Kegilaan itu terlihat pada Mnet Asian Music Awards (MAMA) 2013 di Hong Kong, yang diselenggarakan oleh CJ E&M, di mana beberapa grup idola terbesar Korea Selatan beraksi, yaitu Girls Generation, BIGBANG, EXO, 2NE1 dan Sistar.

Tiket untuk 10.000 kursi terjual habis dalam waktu satu jam setelah penjualan dibuka dan hampir 13 juta orang masuk ke situs MAMA untuk memilih idola favorit mereka.

Kegilaan Penggemar

Penggemar yang fanatik semakin memberi tekanan kepada para musisi K-Pop. Menunjukkan seberapa dekat mereka dipantau, para manajer waspada, dan sering memberi isyarat kepada mereka tentang apa yang seharusnya dan tidak boleh mereka katakan.

Praktik ini biasa terjadi pada banyak kelompok musisi idola K-Pop, karena setiap kesalahan bersikap bisa dengan segera merusak karier mereka.

Pada tahun 2012, tujuh anggota grup idola Blok B memberikan komentar dalam sebuah wawancara tentang banjir tragis di Thailand yang oleh beberapa penggemar dianggap tidak sopan dan menyinggung.

Setelah sebuah protes publik, kelompok tersebut mengeluarkan banyak permintaan maaf. Tapi ternyata hal itu tidak cukup. Ada laporan bahwa terdapat stasiun musik yang membatasi mereka untuk tampil di programnya.

Banyak netizen bahkan dilaporkan menuntut pembubaran mereka. Bahkan, beberapa diantaranya meminta anggota grup musisi itu untuk melakukan bunuh diri.

Mantan pemimpin grup 2PM, Jay Park juga pernah memicu kemarahan publik setelah netizen menemukan unggahan lama di situs media sosialnya tentang ketidaksukaannya terhadap Korea Selatan. Alhasil, pria berdarah Korea-Amerika itu segera turun dari grup idola.

Pengawasan Ketat

Setiap aksi musisi idola dipantau oleh agensi mereka, dan bahkan hubungan asmara bisa dilarang dalam klausul kontrak kerja.

Penyanyi Choi Dong-wook, yang dikenal dengan nama panggung Se7en, mengatakan jumlah penggemar di fanclub-nya langsung terjun sekitar 100 ribu anggota usai dirinyaa mengumumkan bahwa dia mempunyai pacar.

Tak hanya itu, skandal dan pelanggaran hukum juga bisa menimbulkan konsekuensi finansial.

Setelah pemimpin BIGBANG, G-Dragon, dinyatakan positif menggunakan ganja pada tahun 2011, perusahaan pengelola grup YG Entertainment memangkas jumlah saham yang akan dilepas dalam penawaran umum perdana (intial public offering/IPO) sekitar 10 persen.

Sementara beberapa penggemar, bagaimanapun percaya bahwa meskipun ada metode ini, para idola tetap tidak dapat didekati dan terasa jauh. Para penggemar mengatakan bahwa mereka menginginkan lebih banyak hal dari idola mereka, dan mereka tidak mendapatkannya selain gambar dan video yang dikontrol ketat.

Dorothy Advincula, Asisten Editor di situs berita hiburan Kpopstarz, menyebut "ekonomi kelangkaan" para idola K-Pop ini merupakan metode dari para agen yang digunakan untuk menjaga ketenaran dan bisnis mereka.

"Agen artis menyulitkan para idola untuk berhubungan dengan penggemar mereka di luar panggung. Jadi imaji paling kecil, sekilas sedikit pun, dengan foto atau bukti apa pun, menjadi semacam trofi," katanya.


No comments:

Post a Comment